Air Terjun Gocta Cataracts, Semampai nan Indah [Photo Gallery]


Gocta Cataracts telihat dari Cocachimba

Air Terjun Gocta cataracts di Peru, merupakan air terjun bertingkat yang luar biasa tinggi. Dan jalur utama air datang dari ketinggian 771 meter, membuat gocta cataracts dimasukan ke dalam salah satu air terjun maut di dunia. Air dari gocta cataracts ini menjadi sumber utama sungai yang terkenal di Peru, yaitu sungai Cocahuayco.

Sebelumnya air terjun ini hanya dimanfaatkan oleh penduduk lokal di wilayah chachapoyas amazon. Namun setelah sebuah ekpedisi yang dilakukan seorang petualang jerman bernama, stefan ziemendorff, dengan sekelompok penjelajah Peru, pada tahun 2005, air terjun gocta menjadi obyek pariwisata yang juga sangat terkenal di Peru.

Baru pada 11 maret 2006, setelah ekspedisi kedua, stefan meminta pada pemerintah Peru untuk membuat peta dan melakukan pengukuran secara khusus mengenai ketinggian air terjun tersebut. Dari ekspedisi kedua itulah, akhirnya diketahui bahwa ketinggian gocta cataracts mencapai lebih dari 700 meter. Dan baru pada 2007 dari pembangunan berikutnya, pemerintah Peru membangun sarana akomodasi bagi wisatawan di sekitar air terjun yang bisa dilihat hingga beberapa kilometer sebelum tiba di tujuan tersebut.






Situs Bersejarah Al Zubarah Di Qatar

Al Zubarah

juga disebut dengan nama Al Zubarah atau Az Zubarah, sebuah kota yang telah terbengkalai tak di tempati yang terletak di pantai sebelah barat utara semenanjung Qatar di Kota Madinat ash Shamal, sekitar 105 km dari ibukota Qatar, Doha. Kota ini didirikan oleh pedagang dari Kuwait pada pertengahan abad ke-18.

Zubarah pernah menjadi pusat keberhasilan perdagangan global, diposisikan di tengah antara Selat Hormuz dan sebelah barat Teluk Persia.salah satu contoh situs terbesar dan terbaik yang diawetkan sebagai bukti dari pedagang kota abad ke-18 ke-19 di Teluk Persia. Seluruh tata letak perkotaan di wilayah tersebut periode ini formatif  telah diawetkan karena tidak ada tempat lain yang serupa di Teluk Persia. Zubarah memberikan wawasan penting ke dalam kehidupan perkotaan, organisasi spasial, dan sejarah sosial dan ekonomi dari Teluk sebelum penemuan minyak dan gas di abad ke-20.

restorasi Al Zubarah


SZubarah memiliki luas sekitar 400 hektar (60 hektar di dalam tembok luar), Zubarah adalah situs arkeologi yang paling substansial di Qatar. Situs ini terdiri dari kota diperkaya dengan dinding dalam dan luar, pelabuhan, kanal laut, dua dinding skrining, benteng Murair, dan lebih baru Zubarah Fort (benteng).

Al Zubarah

Al Zubarah

teluk

Pulau Holland Yang Telah Hilang

Pulau Holland



Pulau Holland terletak di Chesapeake Bay di Selat Holland, antara Pulau Bloodsworth dan Pulau Smith, enam km sebelah barat dari Wenona, Maryland Amerika Serikat.
Pulau ini pernah sekitar lima mil panjangnya dan satu setengah mil lebarnya, dan dihuni oleh watermen dan petani dalam komunitas nelayan yang berkembang.
Tapi selama puluhan tahun, air laut yang semakin naik dan tanah yang tenggelam seakan memakan pulau itu hingga yang tertinggal kini adalah sepetak tanah di laut. Rumah terakhir di Pulau Holland berdiri menantang sampai keruntuhannya pada Oktober 2010.
Holland island

Pulau Holland awalnya dihuni di tahun 1600-an, namanya berasal dari pemilik tanah pertama disana yaitu Daniel Holland. Pada tahun 1850, masyarakat nelayan pertama dan para keluarga petani membuat pulau itu berkembang. Pada tahun 1910, pulau ini dihuni oleh sekitar 360 penduduk, menjadikannya salah satu pulau berpenghuni terbesar di Chesapeake Bay. Pada puncaknya, pulau ini memiliki 70 rumah, beberapa toko, kantor pos, sekolahan, gereja, dan sebuah pusat komunitas. Bahkan memiliki tim bisbol sendiri dan dokter. Hasil utama dari pulau itu adalah tiram, ikan dan kepiting.
Pulau Holland masa lampau

Pada tahun 1920 erosi dari angin dan air pasang menyebabkan jatuh korban pada sisi pulau. Seperti pulau lainnya di Chesapeake Bay, Pulau Holland terutama terdiri dari tanah liat dan lumpur, bukan batu, sehingga rentan terhadap erosi. Penduduk pulau mencoba untuk mengimpor batu untuk membangun tembok di sepanjang pantai dan bahkan menenggelamkan beberapa kapal tua untuk memperlambat erosi, tapi kurangnya peralatan modern dan teknik, membuat usaha mereka gagal.
18 oktober 1953

Sebagian besar penduduk Pulau Holland dipaksa untuk meninggalkan pulau, dan banyak lainnya membongkar rumah mereka dan struktur lainnya kemudian membawanya ke daratan utama. Pada bulan Agustus tahun 1918, badai tropis melanda Bay, hampir menghancurkan gereja dan memaksa keluarga terakhir yang masih disana untuk meninggalkan pulau tahun 1922. Semakin banyak rumah yang mulai menghilang di bawah air, sampai hanya tinggal satu rumah yang masih terlihat berdiri.
Google Map View (kiri) dan Satelit View (kanan) mendemonstrasikan erosi pada pulau
Segiempat berwarna orange di sebelah barat laut rumah adalah tongkang yang ditenggelamkan dengan tujuan melindungi rumah dari terpaan gelombang

Pulau Holland yang ditinggalkan penduduknya, diabaikan sampai tahun 1995 ketika Stephen White, seorang pendeta Metodis dan mantan watermen yang besar di pulau itu, membeli satu-satunya rumahyang tersisa di pulau dengan harga $ 70.000 dan mencoba untuk melestarikan warisan pulau itu dengan menciptakan Yayasan Pelestarian Pulau Holland. Selama 15 tahun ke depan, Mr White menghabiskan hampir $ 150.000 dalam usahanya untuk menyelamatkan pulau dengan membangun garis pantai dengan kantong pasir, kayu, bahkan tongkang tua.

Upaya berani Stephen White berakhir sia-sia. Pada pertengahan Oktober 2010, rumah terakhir di pulau itu akhirnya menyerah pada alam setelah satu-persatu bagiannya hancur dan kemudian runtuh menjadi puing. Selama beberapa bulan ke depan air mengambil puing-puing rumah tersebut, sepotong demi sepotong sampai satu tahun kemudian air laut yang naik hampir sepenuhnya menelan Pulau Holland.




Dam Kuno Sadd Ma'rib al `Azim


Sadd Ma'rib al `Azim

Situs dari Dam besar Ma’rib ( Arab سد مأرب : sadd Ma’rib , atau Sudd Ma’rib), terletak di barat daya dari kota kuno Ma’rib yang pernah menjadi ibukota Kerajaan kuno Saba’. Kerajaan Saba’ adalah negara perdagangan yang makmur, yang mengontrol rute dagang rempah-rempah dan kemenyan ke Saudi dan Abyssinia. Bangsa Saba’ membangun bendungan untuk menangkap hujan periodik yang jatuh di pegunungan di dekatnya yang kemudian digunakan untuk mengairi lahan di sekitar kota.
Temuan arkeologi terbaru menunjukkan bahwa bendungan sederhana dan jaringan kanal telah dibangun sejauh 2000 SM. Namun yang pasti, Bendungan Agung Ma’rib bertanggal kembali ke sekitar abad ke 8 SM dan dianggap sebagai bendungan tertua di dunia, dan dianggap sebagai salah satu prestasi yang paling indah dari teknik bangunan di dunia kuno.


Ibukota dari Saba adalah Ma’rib yang sangat makmur, berkat letak geografisnya yang sangat menguntungkan. Ibukota ini sangat dekat dengan Sungai Adhanah. Titik dimana sungai bertemu Jabal Balaq sangatlah tepat untuk membangun sebuah bendungan. Dengan memanfaatkan keadaan alam ini, kaum Saba membangun sebuah bendungan di tempat dimana peradaban mereka pertama kali berdiri, dan sistem pengairan merekapun dimulai. Mereka benar-benar mencapai tingkat kemakmuran yang sangat tingi. Ibukotanya yaitu Ma’rib, adalah salah satu kota termodern saat itu. Penulis Yunani bernama Pliny yang telah mengunjungi daerah ini dan sangat memujinya, menyebutkan betapa hijaunya kawasan ini.

Ketinggian dari bendungan di Ma’rib mencapai 16 meter, lebar 60 meter dengan panjang 620 meter. Berdasarkan perhitungan, total wilayah yang dapat diari oleh bendungan ini adalah 9.600 hektar, dengan 5.300 hektar termasuk dataran bagian selatan bendungan dan sisanya termasuk dataran sebelah barat seluas 4.300 hektar. Dua dataran ini dikatakan sebagai “Ma’rib dan dua dataran tanah” dalam prasasti Saba’. Ungkapan dalam Al Qur’an menyebutnya “dua buah kebun disisi kiri dan kanan”menunjukkan akan kebun yang mengesankan di kedua lembah ini. Berkat bendungan ini dan system pengairan tersebut maka daerah ini sangnat terkenal memiliki pengairan yang terbaik dan kawasan paling subur di Yaman. J. Holevy dari Perancis dan Glaser dari Austria membuktikan berdasarkan dokumen tertulis bahwa bendungan Ma’rib telah ada sejak jaman kuno. Dalam dokumen tertulis dalam dialek Himer dikatakan bahwa bendungan inilah yang menyebabkan kawasan ini sangat produktif.

Bendungan ini diperbaiki secara besar-besaran selama abad 5 dan 6 M. Namun demikian, perbaikan yang dilakukan ini ternyata tidak mampu memcegah keruntuhan bendungan ini tahun 542 M. Runtuhnya bendungan tersebut mengakibatkan “Banjir Besar Arim” yang disebutkan dalam Al Qur’an serta mengakibatkan kerusakan yang sangat hebat. Kebun-kebun dan ladang-ladang pertanian dari kaum Saba yang telah mereka panen selama ratusan tahun benar-benar dihancurkan secara menyeluruh. Dan kaum Saba’ pun segera mengalami masa resesi setelah hancurnya bendungan tersebut. Akhirnya Negeri Saba pun berakhir tak lama setelah hancurnya bendungan Ma’rib.


Kota Fatehpur Sikri (keindahan Yang Di Tinggalkan)


Adalah sebuah kota, tempat kantor dewan kotamadya Distrik Agra, Uttar Pradesh, India dan sebuah Situs Warisan Dunia UNESCO.
Dibangun di dekat Sikri, sebuah kota bersejarah di India, yang pertama kali bernama Sikrigarh, yang dibangun atas perintah Kaisar Sikriwal Rajput Rajas terakhir, Kaisar Maharana Sangram Singh, pada permulaan tahun 1500.



Pada penyerangan ketujuh Akbar, Sikriwal Rajput meninggalkan istana, setelah itu Sikrigarh diganti menjadi Fateh (Kemengangan)pur Sikri. Disini, setelah ulang tahun yang kedua Jahangir pada 1571, Akbar yang berumur 28 tahun, memutuskan untuk memindahkan ibukotanya dari Agra ke Fatehpur Sikri utnuk menghormati Salim Chisti, dan memulai pembangunan sebuah kota berdinding yang terencana yang mengambil lima belas tahun ke depan dalam perencanaan dan pembangunan istana kerajaan, tempat tinggal permaisuri, pengadilan, masjid, tempat tinggal pribadi dan bangunan lainnya.
Akbar menamai kota ini Fatehabad (Fateh, adalah kata dalam Bahasa Persia yang berasal dari Bahasa Arab yang berarti "Kemenangan".), dan kemudian menjadi Fatehpur Sikri.


Ada juga cerita tentang bagaimana bisa kota ini tidak dihuni lagi, yaitu karena ada satu hal yang luput dari perhatian sang Raja: ketersediaan air.

Saat warga menyadari kondisi kekurangan air, mereka pun perlahan meninggalkan Fatehpur Sikri. Ibukota Dinasti Mughal ini pun terbengkalai hanya 10 tahun usai semuanya rampung.




 

Nine Lounge Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger