Bai Fang Li |
Ya, dialah Bai Fang Li. ia tinggal dalam gubuk reot yang nyaris rubuh di sebuah daerah kumuh, bersama kebanyakan tukang becak, penjual asongan dan pemulung. Gubuk yang dihuni bukan miliknya, ia menyewanya secara harian. Ada sebuah tikar tua rusak dipojok-pojoknya, sebuah kardus berisi beberapa baju tua, selimut tipis yang telah bertambal-tambal, juga sebuah piring seng comel, tempat minum dari kaleng yang semuanya mungkin diambilnya dari tempat sampah.
Fang Li dan becaknya |
Semua yang ia lakukan berasal saat Fang Li melihat bocah 6 tahun yang di temuinya di jalan. hatinya sangat tersentuh, ia baru saja beristirahat setelah mengantar seorang pelanggannya. Bai Fang Li, terperangah melihat seorang anak lelaki kurus berusia 6 tahun yang menawarkan jasa mengangkat barang milik seorang ibu yang baru saja berbelanja. Beberapa kali ia perhatikan anak lelaki kecil itu menolong ibu-ibu yang berbelanja dan menerima upah uang recehan. Mengikuti, ia mengamati anak itu beranjak ketempat sampah, mengais-ngais sampah, dan ketika menemukan sepotong roti kecil yang kotor untuk di makan.
Ia heran, mengapa anak itu tak membeli makanan untuk dirinya, padahal uang yang diperolehnya cukup banyak dan tak akan habis bila hanya untuk sekedar membeli makanan sederhana.
“Uang yang saya dapat untuk makan adik-adik saya….” jawab anak itu.
“Orang tuamu dimana…?” tanya Bai Fang Li.
“Saya tidak tahu…, ayah ibu saya pemulung… Tapi sejak sebulan lalu, setelah mereka pergi memulung, mereka tidak pernah pulang lagi. Saya harus bekerja untuk mencari makan untuk saya dan dua adik saya yang masih kecil…” sahut anak itu.
Ia lalu membujuk Wang Fing nama anak lelaki itu untuk mengantarnya pada ke dua adiknya. Hatinya merintih, melihat kedua adik Wang Fing, dua anak perempuan kurus berumur 4 dan 5 tahun. Kedua anak perempuan itu nampak menyedihkan sekali, kurus, kotor dengan pakaian yang compang camping.
Bai Fang Li tidak menyalahkan kalau tetangga ketiga anak itu tidak terlalu peduli dengan keadaan ketiga anak kecil yang tidak berdaya itu, karena memang mereka juga terbelit dalam kemiskinan yang sangat parah, jangankan untuk mengurus orang lain, mengurus keluarga mereka saja sudah sangat kesulitan.
Bai Fang Li lalu memutuskan membawa ke tiga anak itu ke Yayasan yang biasa menampung anak yatim piatu miskin di Tianjin. Pada pengurus yayasan itu, ia katakan bahwa ia sendiri yang setiap hari akan mengantarkan semua penghasilannya untuk membantu anak-anak miskin itu agar mereka mendapatkan makanan dan minuman yang layak dan mendapatkan perawatan dan pendidikan yang layak.
Ia merasa sangat bahagia melakukan semua itu, ditengah kesederhanaan dan keterbatasan dirinya. Merupakan kemewahan luar biasa bila ia beruntung mendapatkan pakaian rombeng yang masih cukup layak untuk dikenakan di tempat pembuangan sampah. Hanya perlu menjahit sedikit yang tergoyak dengan kain yang berbeda warna. Mhmmm… tapi masih cukup bagus… gumannya senang.
Bai Fang Li mengayuh becak tuanya selama 365 hari setahun, tanpa peduli dengan cuaca yang silih berganti, ditengah badai salju turun yang membekukan tubuhnya atau dalam panas matahari yang sangat menyengat membakar tubuh kurusnya.
“Tidak apa-apa saya menderita, yang penting biarlah anak-anak itu dapat makanan yang layak dan dapat bersekolah. Dan saya bahagia melakukan semua ini…,” katanya bila ditanya orang-orang, mengapa ia mau berkorban demikian besar untuk orang lain tanpa peduli dengan dirinya sendiri.
Hari demi hari, bulan demi bulan dan tahun demi tahun, sehingga hampir 20 tahun Bai Fang Li menggenjot becaknya demi memperoleh uang untuk menambah donasinya pada Yayasan yatim piatu di Tianjin itu.
Saat berusia 90 tahun, dia mengantarkan tabungan terakhirnya sebesar 500 yuan (sekitar 650 ribu rupiah) yang disimpannya dengan rapih dalam suatu kotak dan menyerahkannnya ke sekolah Yao Hua. Bai Fang Li berkata, “Saya sudah tidak dapat mengayuh becak lagi. Saya tidak dapat menyumbang lagi. Ini mungkin uang terakhir yang dapat saya sumbangkan……” katanya dengan sendu. Semua guru di sekolah itu menangis.
Bai Fang Li meninggal dunia saat berusia 93 tahun, itupun dalam keadaan miskin. Meski begitu, ia telah menyumbangkan penghasilanya hingga 350.000 Yuan (Rp.470.000.000) yang dia berikan pada Yayasan Yatim Piatu dan Sekolah di Tianjin untuk menolong lebih dari 300 anak kurang mampu.
Semoga kita terinspirasi oleh ke-emasan hati beliau agar sedikit banyak kita mampu melakukan seperti yang ia lakukan pada sesama. Terima kasih sudah bersedia menyimak kisah dari Bai Fang Li ini.
1 comments:
sungguh luar biasa
Posting Komentar